ANYAMAN BAMBU CANTIK DARI CIBOGO
Ketika
masih duduk dibangku Sekolah Dasar, mata pelajaran seni budaya menjadi sesuatu
yang difavoritkan oleh Ibu Nengsih, wanita 38 tahun dengan dua orang anak, ada
banyak kegiatan keterampilan yang dilakukan dan bisa di praktikan, menyenangkan
menurutnya. Ketika ditemui Jumat, 12 Desember 2014 dikediamannya, dikawasan
Cibogo. Awalnya ia begitu terkejut mendapati beberapa tamu yang menemuinya
disela-sela rutinitas kerjanya. “Saya Pikir ada apa hingga mahasiswa ini datang
kerumah saya, apa saya nanti masuk koran? ” ujarnya dengan tertawa kecil dan
senyum simpul yang menghiasi wajahnya yg mulai basah oleh keringat.
Ibu
Neng nama panggilan akrabnya bersama sang suami Bapak Sunadi merintis usaha ini
sejak awal pernikahan mereka beberapa tahun lalu, meneruskan usaha keluarganya.
Tugas Ibu Neng hanya menganyam bambu
hingga menjadi sesuatu hasil karya yang bernilai, sedangkan sang suami
bertugas mengupas bambu, menguliti hinga menjadi lembaran panjang tipis dan
kemudian dijemur. Namun sayang ketika datang kerumahnya Bapak Sunadi sedang
tidak ada dirumah, kebetulan ia sedang melaksanakan kewajibannya sebagai
seorang laki-laki. “bapak sedang kemasjd neng, jadi kalau ingin bertanya ke
saya juga tidak apa-apa” senyumnyan kembali mengembang.
Siang
itu matahari begitu malu-malu menampakkan sinarnya, langit begitu muram. Mata
ibu Neng begitu layu memandangi langit yang mulai berawan. Menurutnya kendala
terbesar usahanya adalah keadaan cuaca yang tidak menentu, “bambunya sulit
dianyam kalau masih basah” tutur nya dengan menggendong anak bungsunya.
Menganyam
bambu membutuhkan kepiawan dan ketelitian, kalau salah sedikit tak ayal
jari-jarinya itu terluka. Namun ibu neng tidak memperdulikan hal tersebut
baginya itu sudah terbiasa dan sudah menjadi resiko dalam pekerjaannya. Karena
pekerjaannya tersebut Ibu Neng jarang mematut diri, ia hanya mengenakan kaos
cokelat bermotif lusuh dan sebuah sarung yang ia sulap menjadi rok, dibalut
dengan sandal karet ia begitu terlihat kelelahan. Sambil menanti sang suami
datang ia beristirahat di ranjang bambu samping rumahnya sesekali bercanda
dengan anak bungsunya Dasi yang masih
duduk dibangku sekolah dasar kelas dua.
Terdapat
dua jenis anyaman bambu yang ia kerjakan, yang pertama anyaman bambu polos atau
yang biasa, sedangkan yang kedua anyaman bambu motif batik. Bahan bambu yang ia
peroleh kiriman dari daerah Sunda seperti Kuningan, Majalengka dan kota
lainnya, berhubung Ibu Neng dan sang suami sudah menjadi pelanggan tetap, jadi
bambu tersebut langsung diantarkan kerumahnya “untuk bahan anyaman batik impor
dari Bandung’ ujarnya.
Pekerjaan
ini dilakukannya hanya berdua dengan sang suami, tidak ada pekerja lain karena
usahanya ini terbilang uasaha kecil-keilan, dan tidak mampu mambayar upah
karyawan. Sebenarnya Ibu Neng juga ingin mendapatkan pekerjaan lain, namun
karena sulitnya mencari pekerjaan dan hanya lulusan sekolah dasar maka ia
mengurungkan niatnya tersebut “saya hanya bisa menganyam, dari kecil sudah
terbiasa melihat orang tua saya menganyam, sekarang ini sulit mencari
pekerjaan” tuturnya.
Harga
anyaman bambu dijual permeter, untuk motif polos dijual seharga Rp 40.000,00-
sedangkan untuk harga anyaman bermotif batik dijual seharga Rp 55.000,00- namun
jika anyaman dijual kepada para pengepul harga peranyaman menjadi setengah
harga. Itulah alasan mengapa Ibu Neng lebih memilih menjual produk anyaman
bambunya secara langsung kepada konsumen, selain karena harganya jauh lebih
mahal ini juga sebanding dengan kerja keras yang ia lakukan dengan sang suami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar