Jumat, 09 Januari 2015

Feature Hikmah Hasanah Kelas 2E 113050053


ANYAMAN BAMBU CANTIK DARI CIBOGO


Ketika masih duduk dibangku Sekolah Dasar, mata pelajaran seni budaya menjadi sesuatu yang difavoritkan oleh Ibu Nengsih, wanita 38 tahun dengan dua orang anak, ada banyak kegiatan keterampilan yang dilakukan dan bisa di praktikan, menyenangkan menurutnya. Ketika ditemui Jumat, 12 Desember 2014 dikediamannya, dikawasan Cibogo. Awalnya ia begitu terkejut mendapati beberapa tamu yang menemuinya disela-sela rutinitas kerjanya. “Saya Pikir ada apa hingga mahasiswa ini datang kerumah saya, apa saya nanti masuk koran? ” ujarnya dengan tertawa kecil dan senyum simpul yang menghiasi wajahnya yg mulai basah oleh keringat.
Ibu Neng nama panggilan akrabnya bersama sang suami Bapak Sunadi merintis usaha ini sejak awal pernikahan mereka beberapa tahun lalu, meneruskan usaha keluarganya. Tugas Ibu Neng hanya menganyam bambu  hingga menjadi sesuatu hasil karya yang bernilai, sedangkan sang suami bertugas mengupas bambu, menguliti hinga menjadi lembaran panjang tipis dan kemudian dijemur. Namun sayang ketika datang kerumahnya Bapak Sunadi sedang tidak ada dirumah, kebetulan ia sedang melaksanakan kewajibannya sebagai seorang laki-laki. “bapak sedang kemasjd neng, jadi kalau ingin bertanya ke saya juga tidak apa-apa” senyumnyan kembali mengembang.
Siang itu matahari begitu malu-malu menampakkan sinarnya, langit begitu muram. Mata ibu Neng begitu layu memandangi langit yang mulai berawan. Menurutnya kendala terbesar usahanya adalah keadaan cuaca yang tidak menentu, “bambunya sulit dianyam kalau masih basah” tutur nya dengan menggendong anak bungsunya.
Menganyam bambu membutuhkan kepiawan dan ketelitian, kalau salah sedikit tak ayal jari-jarinya itu terluka. Namun ibu neng tidak memperdulikan hal tersebut baginya itu sudah terbiasa dan sudah menjadi resiko dalam pekerjaannya. Karena pekerjaannya tersebut Ibu Neng jarang mematut diri, ia hanya mengenakan kaos cokelat bermotif lusuh dan sebuah sarung yang ia sulap menjadi rok, dibalut dengan sandal karet ia begitu terlihat kelelahan. Sambil menanti sang suami datang ia beristirahat di ranjang bambu samping rumahnya sesekali bercanda dengan anak bungsunya  Dasi yang masih duduk dibangku sekolah dasar kelas dua.
Terdapat dua jenis anyaman bambu yang ia kerjakan, yang pertama anyaman bambu polos atau yang biasa, sedangkan yang kedua anyaman bambu motif batik. Bahan bambu yang ia peroleh kiriman dari daerah Sunda seperti Kuningan, Majalengka dan kota lainnya, berhubung Ibu Neng dan sang suami sudah menjadi pelanggan tetap, jadi bambu tersebut langsung diantarkan kerumahnya “untuk bahan anyaman batik impor dari Bandung’ ujarnya.
Pekerjaan ini dilakukannya hanya berdua dengan sang suami, tidak ada pekerja lain karena usahanya ini terbilang uasaha kecil-keilan, dan tidak mampu mambayar upah karyawan. Sebenarnya Ibu Neng juga ingin mendapatkan pekerjaan lain, namun karena sulitnya mencari pekerjaan dan hanya lulusan sekolah dasar maka ia mengurungkan niatnya tersebut “saya hanya bisa menganyam, dari kecil sudah terbiasa melihat orang tua saya menganyam, sekarang ini sulit mencari pekerjaan” tuturnya.
Harga anyaman bambu dijual permeter, untuk motif polos dijual seharga Rp 40.000,00- sedangkan untuk harga anyaman bermotif batik dijual seharga Rp 55.000,00- namun jika anyaman dijual kepada para pengepul harga peranyaman menjadi setengah harga. Itulah alasan mengapa Ibu Neng lebih memilih menjual produk anyaman bambunya secara langsung kepada konsumen, selain karena harganya jauh lebih mahal ini juga sebanding dengan kerja keras yang ia lakukan dengan sang suami.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar