Kamis, 01 Januari 2015

Artikel Imas Sri Rahmawati



ORANG DEWASA HINGGA ANAK-ANAK JADI PELAKU KEKERASAN SEKSUAL

Hari Anak Nasional diperingati setiap tanggal 23 Juli sebagai apresiasi pemerintah terhadap hak anak-anak yang harus kita lindungi karena mereka merupakan generasi penerus bangsa ini? Masa anak-anak yaitu dari usia 1-12 tahun, anak   1-6 tahun dan anak besar antara 6-12 tahun. Dunia anak-anak yang dipenuh imajinasi, keceriaan, impian, dan masa bermain dengan temannya, perlu kasih sayang dan perhatian yang lebih. Masih ingatkah Anda dengan masa anak-anak Anda dimasa lalu? Bukankah sangat menyenangkan masa-masa itu?
Namun kini, perkembangan zaman tampaknya telah membuat pola pikir, budaya, serta moral masyarakat mengalami kemunduran. Kejahatan pada anak ada dimana saja, oleh siapa saja, dan kapan saja. Tidak hanya di luar lingkungan, tetapi bahaya juga ada di lingkungan sekolah hingga rumah mereka sendiri. Banyak kasus mengenai kekerasan seksual terhadap anak di rumah maupun di luar rumah, ironisnya kebanyakan dari kasus tersebut sebagian besar pelakunya justru orang yang dekat dengan korban, bahkan tidak hanya orang dewasa tetapi anak-anak pun bisa menjadi pelaku.
Salah satu contoh kasus kekerasan seksual yang berada di wilayah Cirebon yaitu bahwa kepolisian di Cirebon menerima laporan kasus kekerasan seksual terhadap enam anak Sekolah Dasar oleh SN 9 tahun, warga Desa Bangodua, Kecamatan Klangenan, Kabupaten Cirebon. Dari enam korban, satu orang berjenis kelamin perempuan. Ada beberapa faktor yang mendorong seseorang menjadi pelaku kekerasan seksual baik itu pelakunya anak-anak maupun orang dewasa selain faktor kelainan psikologi diantaranya yaitu.
Pertama, orang yang memiliki trauma, karena sebelumnya dia mempunyai pengalaman dimana ia menjadi korban kekerasan seksual katika masih anak-anak, baik dilakukan oleh orang dewasa atau temannya. Ketika menjadi korban, anak memang belum paham tetapi anak sudah bisa merasakan bahwa dia telah disakiti. Namun, ia tidak dapat melawan dan meluapkan emosinya sehingga dia menjadi depresi, dan anak akan mengalami gangguan pada perkembangan psikologisnya. Oleh karena itu, jika korban tidak ditangani kemungkinan ia akan menjadi pelaku dikemudian hari. Salah satu buktinya yaitu seperti pada kasus Sartono yang diketahui sudah melakukan kekerasan seksual pada 96 korban. Ia mengaku pada umur 13 tahun dia pernah menjadi korban sodomi di Stasiun Cirebon.
Kedua, yaitu perkembangan teknologi yang semakin canggih dan kemudahan mengakses data-data termasuk data yang berisi pornografi. Pornografi tidak hanya ada dalam situs internet, dan film tetapi kini pornografi hadir dengan kemasaan video game yang merusak otak anak. Anak akan mudah menirukan apa yang mereka lihat ketika melihat pornografi di internet, video game, dsb. Maka bukan tidak mungkin jika anak akan menirukan aksi tersebut meskipun mereka sendiri tidak paham apa dampak atas perbutannya.
Ketiga, faktor keluarga. Faktor ini merupakan salah satu yang menyebabkan orang dewasa menjadi pelaku. Mereka yang sibuk dengan pekerjaan masing-masing sehingga hubungan antar pasangan dalam keluarga tidak harmonis dan itu dapat memicu seseorang memiliki gangguan orietasi seksual. Sehingga demi memuaskan biologisnya orang tersebut akan memilih anak-anak karena mereka tidak memiliki tingkat perlawanan yang tinggi.
Maraknya kasus kekerasan seksual membuat kita harus lebih hati-hati, dan berikut beberapa upaya pencegahannya, yaitu Pertama sebaiknya orang tua tidak memberikan pakaian yang terlalu terbuka pada anak serta tanamkan rasa malu pada anak sehingga anak tidak berani membuka pakaian dan tidak buang air sembarangan apalagi di tempat umum.
Kedua, sesibuk apapun orang tua bekerja, mereka harus meluangkan waktu bagi anaknya dan menumbuhkan komunikasi yang baik dengannya, memberikan anak perhatian, sert akasihsayang yang cukup, serta ciptakan keharmonisan antar pasangan.
Ketiga, berikan anak pendidikan seks sejak dini dengan bahasa yang dapat dipahami anak. Contohnya katakana pada anak bahwa alat kelaminnya tidak boleh ada yang memegang walaupun keluarganya sendiri karena itu bagian yang harus dijaga bukan untuk mainan, dan bagi anak perempuan selain alat kelaminnya tetapi juga bagian dadanya tidak boleh dipegang siapapun. Jika ada yang berusaha memegangnya maka mereka boleh melawannya dengan menendang, menggigit, memukul lalu lari sambil berteriak minta tolong serta adukan pada keluarga atau guru.
Keempat, periksa anak secara berkala dan pantau anak untuk melindunginya jika tidak bisa setiap saat memantau, nasehati anak agar izin dulu kepada orang tua sebelum bermain, jangan mau diajak bicara, diajak pergi, dan menerima pemberian dari orang asing.
Stop kekerasan seksual pada anak, karena sejatinya anak adalah titipan Tuhan yang harus kita rawat, kita jaga dan dilindungi. Mereka ada tidak untuk disakiti.


Oleh Imas Sri Rahmawati, mahasiswa Unswagati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar