Senin, 05 Januari 2015

Feature, Nurlaela (2E/113050143)



DEDIKASI MEMPERTAHANKAN SENI LUKISAN KACA

Ada yang bilang seni adalah keindahan, ia merupakan roh dan budaya yang lahir dari sisi terdalam manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan lewat karya seni yang baik dan secara estetika maupun moral. Seni dianugrahkan oleh sang pencipta kepada manusia untuk memiliki kemampuan kreatif dalam mengungkapkan keindahan, kebenaran, dan kebaikan. Oleh karena itu, salah jika ada orang yang mengaku tidak memiliki seni dalam dirinya.
Seni sangat beragam bentuk dan jenisnya, tapi ada salah satu karya seni yang patut kita kenal yakni Lukisan Kaca khas Cirebon. Mirisnya banyak warga Cirebon sendiri yang tidak mengetahui kalau Lukisan Kaca adalah salah satu karya seni yang dimiliki Kota Cirebon. Hal inilah yang mendorong kedua pria asal Gunung Jati untuk mengenalkannya pada seluruh masyarakat dan melestarikan salah satu karya seni khas Cirebon ini.
Kedua pria kelahiran 1986 ini merupakan seniman yang memiliki keahlian khusus dalam bidang melukis di atas kaca, Tumus dan saudaranya Miftah. Sejak 1992 dengan belajar dari melukis di atas media kaca membuat kedua pria ini memiliki jiwa seni yang tinggi hingga sampai sekarang mereka mendedikasikan diri untuk mengenalkan dan membangun seni Lukisan Kaca yang dimiliki Cirebon agar dapat dikenal masyarakat luas. Melihat di kawasan Cirebon sendiri peminat dan seniman-seniman Lukisan Kaca sangat sedikit membuat karya seni yang satu ini hampir tidak dilirik sedikit pun. Tumus dan Miftah, dengan keyakinan dan harapan yang tak pernah hilang berangkat dari kediaman mereka di Gunung Jati ke lapak jualan mereka di Jl. Sukalila Selatan atau sering dikenal dengan sebutan Kebon Belimbing tepatnya di persimpangan jalan setiap harinya dari pukul 09.00-16.00 WIB, dengan hati-hati mereka menata bingkai demi bingkai lukisan kaca di lapaknya yang berukuran 4x3,5 meter untuk menarik pembeli. Tumus dan Miftah menjelaskan jika Lukisan Kaca yang mereka buat tidak lepas dari tema Cirebon itu sendiri seperti Mega Mendung, Paksi Naga Liman, Paksi Singa Barong, Macan Ali, Wayang Kulit, batik, dan lain-lain.
Lukisan Kaca  memiliki tingkat kerumitan dalam pembuatannya ini membutuhkan kesabaran, ketekunan, keterampilan dan ketelitian untuk dapat memainkan warna gradasi yang dapat memukau dan se-real mungkin. Bahan-bahan dan peralatan yang dibutuhkan pun tidak terlalu sulit untuk dijumpai seperti kaca, kertas minyak, balpen Rotring Raphidoghraphi, kuas besar hingga kecil, cat, dan lain-lain. Proses pembuatannya ini dibalik, kaca berada di atas sketsa kertas minyak yang sudah digambar lalu dijiplak, sedangkan tekniknya sendiri ada yang dilukis tangan dan disemprot. “Untuk hasil lebih bagus harus bisa memainkan warna gradasi, satu-satu warna dilukisnya dan harus pintar-pintar memanfaatkan apa yang ada seperti batang lidi untuk efek cahaya, tali rapia untuk membuat efek cahaya atau gelombang, lem untuk permukaan tanah yang bergelombang, biji jagung dan kacang hijau untuk bola-bola cahaya, dan masih banyak lagi” ujar Miftah sambil sesekali mengelap bagian kaca yang kotor dan lanjut membuat pola Macan Ali di atas kaca. Teknik yang digunakan juga tidak sama dengan seni melukis di atas kanvas, selain dibalik juga teknik pemolesan atau pengecatannya satu demi satu agar mendapatkan keserasian dan keindahan warna yang diinginkan. Sedangkan hambatan yang dialami saat pembuatan adalah ketika cuaca hujan yang menghambat lukisan menjadi lama keringnya juga kaca pecah atau retak saat proses pembuatan.
Seiring berjalannya waktu peminat Lukisan Kaca semakin berkurang, tapi ini semua tidak menyurutkan semangat Tumus dan Miftah untuk terus menekuni profesi sebagai seniman, “Intinya ingin membudayakan tradisi khas Cirebon sendiri, kalau bukan kita orang Cirebonnya, siapa lagi? Kalau masalah rezeki sih sudah ada yang mengatur, kadang sehari, seminggu, bahkan sebulan baru ada yang beli, tapi tidak masalah karena ini sudah hobi dan bisa mengekspresikan kebebasan kami makanya kami bertahan sampai sekarang dan selalu bersyukur kepada Allah SWT” Ujar Miftah sambil tersenyum saat mengucapkannya. Mereka memang seniman yang menganut aliran kebebasan berekspresi, tapi tetap memiliki tujuan yang mulia. Walau pun di pasar dagang banyak saingan penjual lukisan Kanvas mereka tetap bertahan untuk membuat dan menjual lukisan kaca. “Peminat Lukisan Kaca semakin berkurang karena sekarang sudah menyebar Lukisan Kanvas yang diproduksi secara misal dan harganya relatif lebih murah selain itu jeleknya orang Cirebon sendiri adalah kurang menghargai hasil karya lokal dengan menawar harga yang sangat rendah” ujar Tumus sambil menghembuskan asap rokoknya. Konsumen pasar lebih memilih Lukisan Kanvas karena murah dan biasanya menang nama senimannya. “Kami tidak tertarik untuk pindah ke aliran Lukisan Kanvas, kami belum ahli, jadi harga jual rendah. Kami lebih suka kalau melukis di media kaca karena lebih bebas mengekspresikan diri” kata Miftah. Lukisan Kaca yang mereka jual harganya beragam, mulai dari Rp. 500.000,00 sampai Rp. 2.500,00. Rata-rata pembeli berasal dari luar Cirebon, ada pula artis seperti Ari Laso, dan pembeli dari luar negri seperti Negara Malaysia, Singapura, Pakistan, dan Jepang, itu pun saat Tumus dan Miftah masih membuka lapak di rumah ketika ada perayaan di Gunung Jati.
Harapan Tumus dan Miftah selama ini ingin pemerintah lebih memperhatikan seniman-seniman yang belum mempunyai nama besar untuk mengadakan event berupa pasar seni sekaligus memberdayakan serta menjaga tradisi kesenian asli Kota Cirebon. “Sudah menjadi rahasia umum kalau para seniman-seniman tidak harmonis dan bersifat individualis, yang sudah terkenal banyak yang lupa dengan saudara seniman yang masih di bawah, padahal seni akan berkembang dengan baik jika ada silaturahmi yang terjalin antara seniman-senimannya” ujar Tumus.
  







  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar