DEDIKASI
MEMPERTAHANKAN SENI LUKISAN KACA
Ada yang bilang seni adalah keindahan, ia merupakan roh dan budaya yang
lahir dari sisi terdalam manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan
lewat karya seni yang baik dan secara estetika maupun moral. Seni dianugrahkan
oleh sang pencipta kepada manusia untuk memiliki kemampuan kreatif dalam
mengungkapkan keindahan, kebenaran, dan kebaikan. Oleh karena itu, salah jika
ada orang yang mengaku tidak memiliki seni dalam dirinya.
Seni sangat beragam bentuk dan jenisnya, tapi ada salah satu karya seni
yang patut kita kenal yakni Lukisan Kaca khas Cirebon. Mirisnya banyak warga
Cirebon sendiri yang tidak mengetahui kalau Lukisan Kaca adalah salah satu
karya seni yang dimiliki Kota Cirebon. Hal inilah yang mendorong kedua pria
asal Gunung Jati untuk mengenalkannya pada seluruh masyarakat dan melestarikan
salah satu karya seni khas Cirebon ini.
Kedua pria kelahiran 1986 ini merupakan seniman yang memiliki keahlian
khusus dalam bidang melukis di atas kaca, Tumus dan saudaranya Miftah. Sejak
1992 dengan belajar dari melukis di atas media kaca membuat kedua pria ini
memiliki jiwa seni yang tinggi hingga sampai sekarang mereka mendedikasikan
diri untuk mengenalkan dan membangun seni Lukisan Kaca yang dimiliki Cirebon
agar dapat dikenal masyarakat luas. Melihat di kawasan Cirebon sendiri peminat
dan seniman-seniman Lukisan Kaca sangat sedikit membuat karya seni yang satu ini
hampir tidak dilirik sedikit pun. Tumus dan Miftah, dengan keyakinan dan
harapan yang tak pernah hilang berangkat dari kediaman mereka di Gunung Jati ke
lapak jualan mereka di Jl. Sukalila Selatan atau sering dikenal dengan sebutan
Kebon Belimbing tepatnya di persimpangan jalan setiap harinya dari pukul 09.00-16.00
WIB, dengan hati-hati mereka menata bingkai demi bingkai lukisan kaca di
lapaknya yang berukuran 4x3,5 meter untuk menarik pembeli. Tumus dan Miftah
menjelaskan jika Lukisan Kaca yang mereka buat tidak lepas dari tema Cirebon
itu sendiri seperti Mega Mendung, Paksi Naga Liman, Paksi Singa Barong, Macan
Ali, Wayang Kulit, batik, dan lain-lain.
Lukisan Kaca memiliki tingkat
kerumitan dalam pembuatannya ini membutuhkan kesabaran, ketekunan, keterampilan
dan ketelitian untuk dapat memainkan warna gradasi yang dapat memukau dan se-real mungkin. Bahan-bahan dan peralatan
yang dibutuhkan pun tidak terlalu sulit untuk dijumpai seperti kaca, kertas
minyak, balpen Rotring Raphidoghraphi,
kuas besar hingga kecil, cat, dan lain-lain. Proses pembuatannya ini dibalik,
kaca berada di atas sketsa kertas minyak yang sudah digambar lalu dijiplak,
sedangkan tekniknya sendiri ada yang dilukis tangan dan disemprot. “Untuk hasil
lebih bagus harus bisa memainkan warna gradasi, satu-satu warna dilukisnya dan
harus pintar-pintar memanfaatkan apa yang ada seperti batang lidi untuk efek
cahaya, tali rapia untuk membuat efek cahaya atau gelombang, lem untuk
permukaan tanah yang bergelombang, biji jagung dan kacang hijau untuk bola-bola
cahaya, dan masih banyak lagi” ujar Miftah sambil sesekali mengelap bagian kaca
yang kotor dan lanjut membuat pola Macan Ali di atas kaca. Teknik yang digunakan
juga tidak sama dengan seni melukis di atas kanvas, selain dibalik juga teknik
pemolesan atau pengecatannya satu demi satu agar mendapatkan keserasian dan
keindahan warna yang diinginkan. Sedangkan hambatan yang dialami saat pembuatan
adalah ketika cuaca hujan yang menghambat lukisan menjadi lama keringnya juga
kaca pecah atau retak saat proses pembuatan.
Seiring berjalannya waktu peminat Lukisan Kaca semakin berkurang, tapi
ini semua tidak menyurutkan semangat Tumus dan Miftah untuk terus menekuni
profesi sebagai seniman, “Intinya ingin membudayakan tradisi khas Cirebon
sendiri, kalau bukan kita orang Cirebonnya, siapa lagi? Kalau masalah rezeki
sih sudah ada yang mengatur, kadang sehari, seminggu, bahkan sebulan baru ada
yang beli, tapi tidak masalah karena ini sudah hobi dan bisa mengekspresikan
kebebasan kami makanya kami bertahan sampai sekarang dan selalu bersyukur
kepada Allah SWT” Ujar Miftah sambil tersenyum saat mengucapkannya. Mereka
memang seniman yang menganut aliran kebebasan berekspresi, tapi tetap memiliki
tujuan yang mulia. Walau pun di pasar dagang banyak saingan penjual lukisan
Kanvas mereka tetap bertahan untuk membuat dan menjual lukisan kaca. “Peminat
Lukisan Kaca semakin berkurang karena sekarang sudah menyebar Lukisan Kanvas yang
diproduksi secara misal dan harganya relatif lebih murah selain itu jeleknya
orang Cirebon sendiri adalah kurang menghargai hasil karya lokal dengan menawar
harga yang sangat rendah” ujar Tumus sambil menghembuskan asap rokoknya.
Konsumen pasar lebih memilih Lukisan Kanvas karena murah dan biasanya menang
nama senimannya. “Kami tidak tertarik untuk pindah ke aliran Lukisan Kanvas, kami
belum ahli, jadi harga jual rendah. Kami lebih suka kalau melukis di media kaca
karena lebih bebas mengekspresikan diri” kata Miftah. Lukisan Kaca yang mereka
jual harganya beragam, mulai dari Rp. 500.000,00 sampai Rp. 2.500,00. Rata-rata
pembeli berasal dari luar Cirebon, ada pula artis seperti Ari Laso, dan pembeli
dari luar negri seperti Negara Malaysia, Singapura, Pakistan, dan Jepang, itu
pun saat Tumus dan Miftah masih membuka lapak di rumah ketika ada perayaan di
Gunung Jati.
Harapan Tumus dan Miftah selama ini ingin pemerintah lebih memperhatikan
seniman-seniman yang belum mempunyai nama besar untuk mengadakan event berupa pasar seni sekaligus
memberdayakan serta menjaga tradisi kesenian asli Kota Cirebon. “Sudah menjadi
rahasia umum kalau para seniman-seniman tidak harmonis dan bersifat
individualis, yang sudah terkenal banyak yang lupa dengan saudara seniman yang
masih di bawah, padahal seni akan berkembang dengan baik jika ada silaturahmi
yang terjalin antara seniman-senimannya” ujar Tumus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar